Pagi ini, tiba-tiba saja aku ingin menulis selembar kata
kala aku mengingatmu. Sebaris asa yang dulu pernah kita pikirkan bersama. Angin
ini, iya angin yang desirannya dulu pernah kita jadikan bahasan. Angin yang hembusannya
pernah membuat kita menangis, tertawa bersama. Angin yang menyelimuti, menyentuh
sayap-sayap dijiwa kita. Angin yang basuhannya membawamu kepelukanmu. Angin yang
aku sendiri tak sanggup untuk melawan hempasannya. Angin dimana aku belajar
menghormati hatiku dan hatimu.
Angin yang ahh.. entah harus aku gambarkan
seperti apalagi, aku tak pernah benar-benar mendapatkan deskripsi yang tepat
untuk menggambarkannya. Yang ku tahu, angin ini membuatku takut. Takut kalau-kalau
aku tak bisa membuatmu tersenyum lagi suatu saat nanti.
Angin itu seperti cinta
Masih kuingat, senja itu angin sore seenaknya beraksi
Barisan awan tergores kuas angin tanpa aturan
Diujung pipi, angin menyapu airmata suci
Lalu angin setelahnya tiarap, diam.
Barisan awan tergores kuas angin tanpa aturan
Diujung pipi, angin menyapu airmata suci
Lalu angin setelahnya tiarap, diam.
Senja itu seperti hati
Hati itu jangan dibawa terbang tinggi, sekalinya jatuh, sakit..
Tapi klo tak terbang tinggi, tak bisa melihat pemandangan indah
Hati itu jangan dibawa terbang tinggi, sekalinya jatuh, sakit..
Tapi klo tak terbang tinggi, tak bisa melihat pemandangan indah
Tetiba saja aku ingin menanyakan sesuatu pada Tuhan,
“Berapa jumlah orang yg dapat mendengar suara hati?
Kelihatannya lebih sedikit lagi yang mengikutinya.
Kelihatannya lebih sedikit lagi yang mengikutinya.